MAKALAH

 Terhadap yang Mengingakarinya
Salah satu prinsip aqidah dalam Islam adalah mengimani peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang dialami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Isra’ adalah perjalanan yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersama Malaikat Jibril pada malam hari dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsha (Baitul Maqdis) di Palestina. Perjalanan sejauh ini ditempuh oleh beliau dengan mengendarai Buraq, sejenis hewan yang berwarna putih, panjang, ukurannya lebih besar daripada keledai dan lebih kecil daripada baghl (peranakan kuda dengan keledai). Dengan kekuasaan Allah ta’ala, hewan ini mampu melangkahkan kakinya sejauh mata memandang.
Adapun mi’raj adalah peristiwa naiknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari bumi menuju Sidratul Muntaha, untuk kemudian berjumpa dengan Allah Yang Maha Tinggi dan menerima kewajiban shalat lima waktu sehari semalam.
Sebagian orang beranggapan bahwa peristiwa Isra’ dan Mi’raj terjadi pada waktu yang berbeda, Isra’ pada satu malam tertentu, dan Mi’raj pada malam yang lain. Namun yang benar adalahperistiwa Isra’ dan Mi’raj ini terjadi pada satu malam yang sama. Demikian yang diungkapkan oleh Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullah. Keterangan beliau ini dikuatkan oleh Al-Imam Ibnu Katsirrahimahullah dengan mengatakan: “Apa yang diungkapkan oleh beliau (Al-Baihaqi) ini adalah yang benar, tidak ada sedikitpun keraguan padanya.” (Tafsir Ibnu Katsir).
Banyak riwayat dari hadits yang menyebutkan tentang kisah perjalanan yang merupakan salah satu mu’jizat dan tanda kenabian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini. Masing-masing riwayat tersebut saling melengkapi satu dengan yang lain. Berikut ini, akan disebutkan dari riwayat Al-Imam Muslim rahimahullah dalam kitab Shahihnya (hadits no. 162).
Diriwayatkan dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Didatangkan kepadaku Buraq (dia adalah seekor binatang yang berwarna putih, panjang, ukurannya lebih besar daripada keledai dan lebih kecil daripada baghl (peranakan kuda dengan keledai), hewan ini mampu melangkahkan kakinya sejauh mata memandang). Akupun menungganginya sampai tiba di Baitul Maqdis, kemudian aku tambatkan hewan tersebut di sebuah tali (yang terdapat di pintu masjid Baitul Maqdis). Lalu aku memasuki masjid dan mengerjakan shalat dua raka’at. Setelah itu, aku keluar dan Jibril ‘alaihissalam mendatangiku dengan membawa sebuah bejana yang berisi khamr dan sebuah bejana yang berisi susu. Akupun memilih susu. Kata Jibril ‘alaihissalam: ‘Engkau telah memilih fithrah.’
Kemudian kami naik menuju langit, lalu Jibril meminta (kepada malaikat penjaga pintu langit) untuk dibukakan pintu langit. Jibril ditanya: ‘Siapa engkau?’ Dia menjawab: ‘Aku Jibril.’ Jibril ditanya lagi: ‘Siapa yang bersamamu?’ Jibril menjawab: ‘Muhammad.’ Dia ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus?’ Jibril menjawab: ‘Dia telah diutus. Maka dibukakanlah untuk kami pintu langit, dan akupun berjumpa dengan Adam, diapun menyambutku dan mendo’akan kebaikan untukku.
Kemudian kami naik menuju langit kedua, lalu Jibril ‘alaihissalam meminta untuk dibukakan pintu langit. Jibril ditanya: ‘Siapa engkau?’ Dia menjawab: ‘Aku Jibril.’ Jibril ditanya lagi: ‘Siapa yangbersamamu?’ Jibril menjawab: ‘Muhammad.’ Dia ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus?’ Jibril menjawab: ‘Dia telah diutus. Maka dibukakanlah untuk kami pintu langit kedua, dan akupun berjumpa dengan dua anak dari bibi[1], yaitu ‘Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakariyya shalawatullahi ‘alaihima, mereka berduapun menyambutku dan mendo’akan kebaikan untukku.
Kemudian kami naik menuju langit ketiga, lalu Jibril ‘alaihissalam meminta untuk dibukakan pintu langit. Jibril ditanya: ‘Siapa engkau?’ Dia menjawab: ‘Aku Jibril.’ Jibril ditanya lagi: ‘Siapa yangbersamamu?’ Jibril menjawab: ‘Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.’ Dia ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus?’ Jibril menjawab: ‘Dia telah diutus. Maka dibukakanlah untuk kami pintu langit kedua, dan akupun berjumpa dengan Yusuf shallallahu ‘alaihi wasallam, dia adalah seorang yang dikaruniai setengah dari ketampanan, dia pun menyambutku dan mendo’akan kebaikan untukku.
Kemudian kami naik menuju langit keempat, lalu Jibril ‘alaihissalam meminta untuk dibukakan pintu langit. Jibril ditanya: ‘Siapa engkau?’ Dia menjawab: ‘Aku Jibril.’ Jibril ditanya lagi: ‘Siapa yangbersamamu?’ Jibril menjawab: ‘Muhammad.’ Dia ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus?’ Jibril menjawab: ‘Dia telah diutus. Maka dibukakanlah untuk kami pintu langit kedua, dan akupun berjumpa dengan Idris, dia pun menyambutku dan mendo’akan kebaikan untukku. Allah ‘azza wajalla berfirman tentangnya:
وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا
“Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (Maryam: 57)
Kemudian kami naik menuju langit kelima, lalu Jibril ‘alaihissalam meminta untuk dibukakan pintu langit. Jibril ditanya: ‘Siapa engkau?’ Dia menjawab: ‘Aku Jibril.’ Jibril ditanya lagi: ‘Siapa yangbersamamu?’ Jibril menjawab: ‘Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.’ Dia ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus?’ Jibril menjawab: ‘Dia telah diutus. Maka dibukakanlah untuk kami pintu langit kedua, dan akupun berjumpa dengan Harun shallallahu ‘alaihi wasallam, dia pun menyambutku dan mendo’akan kebaikan untukku.
Kemudian kami naik menuju langit keenam, lalu Jibril ‘alaihissalam meminta untuk dibukakan pintu langit. Jibril ditanya: ‘Siapa engkau?’ Dia menjawab: ‘Aku Jibril.’ Jibril ditanya lagi: ‘Siapa yangbersamamu?’ Jibril menjawab: ‘Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.’ Dia ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus?’ Jibril menjawab: ‘Dia telah diutus. Maka dibukakanlah untuk kami pintu langit kedua, dan akupun berjumpa dengan Musa shallallahu ‘alaihi wasallam, dia pun menyambutku dan mendo’akan kebaikan untukku.
Kemudian kami naik menuju langit ketujuh, lalu Jibril ‘alaihissalam meminta untuk dibukakan pintu langit. Jibril ditanya: ‘Siapa engkau?’ Dia menjawab: ‘Aku Jibril.’ Jibril ditanya lagi: ‘Siapa yangbersamamu?’ Jibril menjawab: ‘Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.’ Dia ditanya lagi: ‘Apakah dia telah diutus?’ Jibril menjawab: ‘Dia telah diutus. Maka dibukakanlah untuk kami pintu langit kedua, dan akupun berjumpa dengan Ibrahim shallallahu ‘alaihi wasallam sedang menyandarkan punggungnya di Al-Baitul Ma’mur, sebuah tempat yang setiap harinya ada 70.000 malaikat yangmemasukinya, dan para malaikat yang sudah memasukinya tadi tidak akan kembali lagi.
Kemudian aku dibawa menuju Sidratul Muntaha[2]yang daunnya seperti telinga gajah dan buah-buahannya seperti guci yang besar. Tatkala ketetapan Allah datang menyelimutinya, berubahlah Sidratul Muntaha itu. Tidak ada seorangpun dari makhluk Allah yang mampu untuk menggambarkan keadaannya disebabkan sangat indahnya.
Allah pun mewahyukan kepadaku dengan memerintahkan kepadaku shalat 50 waktu sehari semalam. Aku pun turun dan berjumpa dengan Musa shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia pun bertanya: ‘Apayang diwajibkan Rabbmu kepada umatmu?’ Aku pun menjawab: ‘Shalat 50 waktu.’ Musa berkata: ‘Kembalilah kepada Rabbmu, mohonlah keringanan kepada-Nya karena umatmu tidak akan sanggup memenuhi kewajiban ini, sungguh aku telah menguji Bani Israil (ternyata mereka tidak sanggup).
Aku pun kembali kepada Rabbku dan aku memohon: ‘Wahai Rabbku, berikan keringanan kepada umatku.’ Maka Allah pun menguranginya sebanyak lima waktu. Kemudian aku kembali menjumpai Musa dan aku katakana kepadanya: ‘Allah telah mengurangi sebanyak lima waktu.’ Namun Musa tetap mengatakan: ‘Sesungguhnya umatmu belum mampu memenuhi kewajiban ini, kembalilah kepada Rabbmu dan mohonlah keringanan kepada-Nya.
Terus menerus aku bolak-balik antara Rabbku tabaraka wata’ala dengan Musa ‘alaihissalam sampai Allah menyatakan: ‘Wahai Muhammad, kewajiban shalat itu sebanyak lima waktu sehari semalam, setiap shalat bernilai sepuluh (kebaikan), sehingga nilai keseluruhan dari lima waktu shalat adalah sebanyak 50 waktu shalat. Barangsiapa yang berniat untuk melakukan satu kebaikan namun dia belum mengamalkannya, maka akan dicatat untuknya satu kebaikan. Dan jika dia mengamalkannya, maka akan dicatat untuknya sepuluh kebaikan. Barangsiapa yang berniat melakukan kejelekan namun belum mengerjakannya, maka tidak akan dicatat kejelekan untuknya sedikitpun, dan jika mengerjakan kejelekan itu, maka akan dicatat baginya satu kejelekan.
Akupun turun dan berjumpa dengan Musa shallallahu ‘alaihi wasallam dan aku kabarkan tentang apa yang telah aku alami. Maka Musa mengatakan: ‘Kembalilah kepada Rabbmu, mohonlah kepada-Nya keringanan. Aku katakan kepadanya: ‘Sungguh aku telah kembali kepada Rabbku sampai aku merasa malu kepada-Nya.”


1 komentar: